Merauke—Dalam rangka meringankan beban ekonomi masyarakat miskin, banyak kepala daerah mulai pada level Gubernur hingga Bupati/Walikota aktif melakukan pembagian Bantuan Sosial (Bansos). Namun penyaluran Bansos oleh banyak pihak menilai sarat kepentingan politik.
Misalnya yang telah dilakukan Penjabat Gubernur Papua Selatan, Apolo Safanpo, saat berkunjung ke Asiki Kabupaten Boven Digoel beberapa waktu lalu. Pasalnya, kunjungan mantan Rektor Universitas Cenderawasih ini telah membagi-bagi uang tunai kepada masyarakat sebesar 50 juta, alat musik untuk rumah ibadah, dan 300 paket sembako.
Beberapa tokoh masyarakat Papua Selatan menilai langkah Apolo bertentangan dengan mekanisme penyaluran Bansos, sebab tidak ada kejelasan mengenai penyaluran tersebut, apakah bersumber dari anggaran negara atau memang dari kantong pribadi.
Keterangan dari salah satu informan melalui sambungan telepon yang enggan namanya disebutkan di media mengatakan bahwa pembagian bantuan kepada masyarakat justru erat kaitannya dengan kepentingan pencalonan kepala daerah, khususnya pencalonan Gubernur Papua Selatan 2024.
“Penjabat Gubernur Papua Selatan bagi-bagi bantuan harus jelas, karena ini musim Pilkada, ini arahnya kemana, bukannya pembagian Bansos berupa uang tunai itu ada mekanismenya, kok datang-datang kasi uang ke pedagang senilai 20 juta, uang makan minum masyarakat 30 juta, dan bantuan gereja berupa alat musik” jelasnya.
Informan ini juga menjelaskan bahwa bantuan tunai terdapat pengecualian di dalamnya, yakni untuk yang lanjut usia potensial, lanjut usia tidak potensial, dan anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus, atau misalnya untuk pemberdayaan sosial. Menurutnya, bukan sebaliknya memberikan bantuan kepada pedagang yang kemungkinan memiliki kemampuan ekonomi.
“Apalagi uang tunai senilai 30 juta dengan alasan uang makan minum, jadi arahnya bukan memberdayakan masyarakat menjadi sejahtera dan mandiri secara ekonomi, melainkan ada kesan memperbudak masyarakat dengan uang tunai hanya untuk makan minum, di sini masyarakat harus sadar bahwa hari ini kita tidak hanya dihidupkan dengan uang tunai, tapi kita harus diberdayakan melalui kebijakan yang pro terhadap masa depan kita semua,” jelasnya.
Karena itu, pihaknya juga meminta agar presiden melalui Mendagri, Tito Karnavian, memberikan teguran keras maupun langkah pencopotan kepada Apolo Safanpo dari jabatannya sebagai Penjabat Gubernur Papua Selatan.
“Setidaknya, presiden melalui Mendagri mengevaluasi kinerja Penjabat Gubernur Papua Selatan selama ini, banyak yang tidak beres, apalagi mendekati tahun pilkada, karena itu Mendagri harus mencopot atau memberhentikan Apolo dari jabatannya.” Tutupnya.
Di waktu yang berbeda, menurut Direktur Pusat Kajian Hukum dan Anggaran (Puskaha) Indonesia, Yenti Nurhidayat mengatakan bahwa jika kepala daerah yang terindikasi menggunakan kebijakan Bansos untuk kepentingan politik dalam Pilkada, maka secara hukum telah melanggar ketentuan Bansos itu sendiri.
“Ya, dia harus dievaluasi bahkan bisa berujung pencopotan, apalagi itu secara terang-terangan dilakukan tidak sesuai arah peruntukannya,” jelas aktivis perempuan asal Jakarta ini.
Yenti juga menyarankan agar Mendagri melakukan langkah pendalaman hukum baik secara langsung maupun tidak langsung demi menjaga nama baik institusi negara.
“Mendagri bisa membuat tim khusus untuk melakukan pemantauan, menerima aduan masyarakat, dan pendalaman atas dugaan-dugaan pelanggaran yang dibuat oleh penjabat gubernur maupun bupati/walikota, karena mereka dilantik oleh Mendagri berdasarkan statusnya sebagai ASN, kalau memang tidak ada langkah apapun, maka temuan-temuan ini merupakan kebobrokan pemerintah yang akan terus kami suarakan.” Tegas Yenti.