_Oleh: Safrudin Taher_
_Transformatif Institut_
Bayangkan sebuah desa yang dulunya hijau dan subur, kini tenggelam dalam lumpur dan air. Desa Lokulamo di Kecamatan Weda, Halmahera Tengah, menjadi saksi bisu betapa tamaknya orientasi ekonomi lewat eksploitasi sumber daya alam (SDA) yang masif tanpa mempertimbangkan keberlangsungan ekologi.
Pada 20 Juli 2024, hujan deras menyebabkan banjir bandang yang merendam desa Lokulamo. Banjir ini mengakibatkan kerusakan besar dan penderitaan bagi warganya.
Desa Lokulamo di Kecamatan Weda, Halmahera Tengah, kini menjadi korban dari ketamakan dan pengabaian lingkungan. Aktivitas deforestasi oleh PT Indonesia Weda Industrial Park (PT IWIP) diduga kuat sebagai salah satu penyebab utama bencana ini. Fenomena banjir tidak hanya terjadi di Lokulamo, tetapi juga di desa-desa lain di sekitar area pertambangan, seperti Lelilef, Sagea, dan Gemaf. Dampaknya meluas, mengganggu kehidupan sehari-hari, menghancurkan mata pencaharian, dan mengancam keselamatan penduduk.
Kerusakan yang terjadi di Lokulamo mencerminkan masalah yang lebih besar terkait tata kelola lingkungan di Indonesia. Ketika pertumbuhan ekonomi diutamakan tanpa memperhatikan keberlanjutan lingkungan, hasilnya adalah kehancuran ekosistem dan penderitaan manusia. Kegagalan dalam mengelola sumber daya alam dengan bijaksana tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga menciptakan ketidakstabilan sosial dan ekonomi bagi masyarakat setempat.
Halmahera Tengah bukanlah kasus yang terisolasi. Dalam buku “Ekologi Politik Pertambangan di Indonesia” karya T. Santoso (2015), disebutkan bahwa eksploitasi sumber daya alam sering kali mengabaikan dampak ekologis dan sosial. Santoso menekankan bahwa kerusakan lingkungan akibat pertambangan tidak hanya merugikan ekosistem tetapi juga mengancam keberlanjutan ekonomi masyarakat setempat. Pengelolaan tambang yang buruk telah terbukti menyebabkan banjir bandang dan tanah longsor, merusak lahan pertanian dan pemukiman warga.
Lebih lanjut, sebuah studi terbaru oleh Jurnal Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan (2023) menunjukkan bahwa daerah dengan aktivitas pertambangan intensif memiliki risiko lebih tinggi terhadap bencana alam, seperti banjir dan tanah longsor. Penelitian ini menemukan bahwa deforestasi dan pengelolaan tanah yang tidak baik memperburuk kerentanan terhadap bencana alam, yang pada akhirnya mengganggu kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat lokal.
Selain itu, laporan dari Forest Watch Indonesia (FWI) (2022) menyoroti dampak negatif dari deforestasi yang disebabkan oleh aktivitas pertambangan. Laporan ini menyebutkan bahwa deforestasi yang terjadi akibat pembukaan lahan tambang memperburuk risiko bencana alam dan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat lokal. Aktivitas tambang yang tidak terkendali merusak fungsi ekologis hutan, meningkatkan kerentanan terhadap bencana, dan memperburuk dampak perubahan iklim.
Penekanan atas temuan di atas ialah eksploitasi sumber daya alam melalui pertambangan sering kali mengabaikan dampak ekologis dan sosial yang signifikan, yang dapat mengakibatkan kerugian sosial, ekonomi, hingga lingkungan.
Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang lebih ketat dan pengawasan yang lebih baik dalam pengelolaan sumber daya alam. Pemerintah dan perusahaan tambang harus bekerja sama untuk memastikan bahwa kegiatan tambang dilakukan dengan cara yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Penguatan regulasi lingkungan dan pemberdayaan masyarakat lokal dalam pengawasan dan pengelolaan sumber daya alam adalah langkah awal yang penting untuk mencegah tragedi seperti yang terjadi di Lokulamo.
Sebagaimana diungkapkan oleh Santoso (2015), “Tata kelola lingkungan yang baik bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh elemen masyarakat.” Perubahan nyata dalam tata kelola lingkungan merupakan keharusan. Kerja sama antara pemerintah, perusahaan tambang, dan masyarakat adalah kunci untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan.
Kehancuran Desa Lokulamo adalah cermin menyakitkan dari kegagalan perusahaan dan pemerintah dalam mengelola sumber daya alam secara bijaksana. Bencana ini merupakan pukulan nyata terhadap pengelolaan lingkungan kita dan menegaskan perlunya keterlibatan partisipasi publik dalam mengawal, menyuarakan, dan memberikan nasihat akademis.
Fenomena bencana alam di Desa Lokulamo yang disebabkan oleh banjir bandang merupakan manifestasi nyata dari ketidakmampuan sistem pengelolaan sumber daya alam yang ada dalam mempertimbangkan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Bukti empiris dari studi ini menunjukkan bahwa kegiatan pertambangan yang tidak diatur dengan baik, khususnya yang melibatkan deforestasi masif, secara signifikan meningkatkan kerentanan terhadap bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.
Penelitian yang ada mengindikasikan bahwa deforestasi dan eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkendali tidak hanya berdampak negatif pada ekosistem tetapi juga berpotensi merusak stabilitas sosial dan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, untuk mengurangi risiko bencana di masa depan, diperlukan implementasi kebijakan yang lebih ketat serta pengawasan yang lebih efektif dalam pengelolaan sumber daya alam. Penegakan regulasi lingkungan yang ketat, bersama dengan partisipasi aktif masyarakat dalam proses pengawasan dan pengelolaan, adalah langkah-langkah yang esensial untuk memastikan bahwa kegiatan pertambangan dapat dilakukan dengan cara yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Dengan demikian, pemerintah daerah, pihak perusahaan, akademisi, dan lembaga terkait harus segera mengambil tindakan konkret. Keputusan yang diambil harus mencerminkan keseriusan dalam menangani masalah ini, tidak hanya pada tahap pasca-bencana dengan bantuan, tetapi juga dengan menggali akar masalah dan melahirkan kebijakan yang berkelanjutan dan seimbang. Tindakan harus berfokus pada penyelarasan antara pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan, serta memastikan kebijakan yang mencegah terulangnya bencana serupa di masa depan. Kebijakan pengelolaan sumber daya alam harus berorientasi pada prinsip keberlanjutan ekologis dan sosial agar tidak hanya mempertimbangkan keuntungan ekonomi jangka pendek tetapi juga dampak jangka panjang terhadap ekosistem dan masyarakat lokal. Keberhasilan dalam hal ini akan memerlukan kerjasama antara pemerintah, pihak perusahaan, akademis, Lembaga terkait dan masyarakat untuk menciptakan sistem pengelolaan yang holistik dan responsif terhadap tantangan lingkungan yang ada.
*Referensi:*
Santoso, T. (2015). Ekologi Politik Pertambangan di Indonesia. Jakarta: Pustaka Pelajar
Jurnal Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan. (2023). Impact of Mining Activities on Environmental and Social Stability.
Forest Watch Indonesia (FWI). (2022). Dampak Deforestasi dan Aktivitas Pertambangan terhadap Risiko Bencana Alam.