Sketsa Nusantara – Pakaian Bekas itu masalah lama yang belum juga teratasi hingga sekarang, bahkan ada kesan pembiaran demi meraup keuntungan dari kegiatan ilegal itu.
Mengimpor pakaian bekas dilarang negeri ini. Dasar hukum pelarangannya jelas, yakni Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas serta Permendag Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Permendag Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Dalam Pasal 2 ayat 3 tegas tertulis barang dilarang impor salah satunya berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.
Mengapa pakaian bekas dilarang untuk diimpor? Ada sejumlah alasan, yang utama ialah untuk melindungi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang bergerak di sektor sandang.
Larangan impor pakaian bekas juga terkait dengan lingkungan. Tidak semua pakaian bekas yang didatangkan dari luar negeri itu masih layak pakai. Banyak di antaranya yang sudah berkategori limbah dan kita tentu tidak ingin menjadi negara tempat pembuangan limbah.
Namun, di negeri ini, berlaku aksioma larangan dibuat untuk dilanggar. Sudah lama pakaian bekas dilarang untuk diimpor, tetapi realitasnya barang second itu terus datang bak banjir bandang. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan nilai impor pakaian bekas meroket sekira 607% secara tahunan pada Januari hingga September 2022.
Saban ada yang membutuhkan, setiap ada cuan yang menjanjikan, di situlah importir dan pedagang bermain. Soal legal atau ilegal menjadi urusan kesekian, yang penting keuntungan bisa didapatkan.
Itulah situasi dalam dunia dagang pakaian bekas. Celakanya lagi, pihak terkait yang semestinya menegakkan ketentuan tidak jarang justru berperan dalam meruntuhkan aturan. Motifnya apa lagi kalau bukan untuk ikut menikmati cuan. Itulah yang membuat permasalahan importasi pakaian bekas seakan tiada ujung.
Sebagai barang ilegal, pakaian bekas bisa masuk ke Indonesia jelas lewat jalur yang ilegal. Di sini peran Ditjen Bea dan Cukai serta Polri amatlah penting. Benar bahwa mereka telah melakukan ratusan penindakan terhadap penyelundupan barang haram itu. Akan tetapi, fakta bahwa di pasaran masih banyak sekali pakaian bekas yang diperjualbelikan berarti masih banyak yang lolos.
Benar bahwa masuknya pakaian bekas dari mancanegara juga tidak lepas dari banyaknya pintu masuk yang rawan penyelundupan. Namun, tidak salah pula jika rakyat meyakini penyelundupan bisa terjadi karena ada aparat nakal yang ikut bermain.
Sudah seharusnya pemerintah kembali menabuh genderang perang terhadap importir pakaian bekas. Pertanyaannya, kapan perang dengan pedagang barang ilegal itu digaungkan? Beda dengan narkotika yang sembunyi-sembunyi, pakaian bekas dijual secara terang-terangan.
Pusat-pusat pakaian bekas, seperti di Blok M Square, Pasar Senen, Pasar Baru, dan Pasar Cimol Gedebage, Bandung, sudah lama ada, tetapi tidak tersentuh sampai kini. Pakaian bekas belakangan bahkan dijajakan di platform e-commerce. Tidak perlu terlalu pintar sebenarnya untuk menindak mereka yang terang benderang menjual barang terlarang itu.
Penyelundupan dan perdagangan pakaian bekas pantang dibiarkan. Ia merupakan benalu yang jika terus berbiak tidak terkendali akan membunuh keberlangsungan usaha banyak UMKM. Jika industri lokal banyak yang mati, semakin banyak pula pekerja kita yang kehilangan pekerjaan.