Sketsanusantara.com-Jakarta
Mahfud MD pada Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Majelis Nasional KAHMI, Rabu, 9 Oktober 2024 di Auditorium Wisma Kemenpora, Jakarta, secara tegas menyatakan bahwa “Tidak Ada Keppres Pemintaan Maaf kepada PKI, Ketua Dewan Pakar Majelis Nasional Korps Alumni HMI, Prof Dr Mahfud MD menegaskan bahwa untuk merekonstruksi kehidupan demokrasi di Indonesia, kita harus tahu batas-batas yang boleh dilakukan sesuai konstitusi.”
“Demokrasi tanpa konstitusi dan hukum bisa liar, karena itu agar kehidupan bernegara bisa jalan maka harus sesuai konstitusi dan hukum,” ucap Mahfud saat menjadi Keynote Speaker pada Seminar Nasional KAHMI yang mengusung tema “Rekontruksi Kehidupan Demokrasi, Politik, Hukum dan Keadilan Sosial dalam Cita Negara yang Merdeka dan Berdaulat”. di Auditorium Wisma Kemenpora Jakarta, Rabu 9 Oktober 2024.
Dalam Seminar tersebut, Mahfud MD yang juga mantan Menkopolhukam menegaskan bahwa konstitusi menjadi landasan dalam menyelesaikan berbagai persoalan bangsa, termasuk kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu.
Mahfud mengungkapkan bahwa dalam Keputusan Presiden (Keppres) No. 17 tahun 2022 yang diterbitkan Presiden Joko Widodo tidak ada narasi tertulis yang menyampaikan permintaan maaf kepada PKI. “Keppres ini merupakan penyelesaian non yudisial terhadap korban, karena tidak bisa diselesaikan secara pidana di pengadilan,” ujarnya. Mahfud menambahkan bahwa kasus kejahatan dan pelanggaran HAM berat di masa lalu yang dilakukan secara terstruktur ini tidak bisa dibuktikan di pengadilan, karena pelakunya sudah tidak ada. “Dalam hukum pidana yang bisa dihukum adalah pelaku langsung, sementara pelakunya sudah meninggal dunia, karena itu Keppres ini merupakan penyelesaian jalur lain non yudisial,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Presidium MN KAHMI, Zulfikar Arse mengatakan bahwa, “MN KAHMI senantiasa berkomitmen untuk berkontribusi dalam kemajuan bangsa termasuk melalui gagasan”. Zulfikar Arse lebih lanjut mengatakan MN KAHMI senantiasa berkomitmen untuk berkontribusi dalam kemajuan bangsa termasuk melalui gagasan. “Negara dibangun oleh tentara tetapi Pemerintah dituntun oleh gagasan. Mudah mudahan melalui Seminar Nasional ini bisa menghasilkan gagasan yang bermanfaat bagi pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam rangka mewujudkan Indonesia yang Merdeka, Berdaulat, Adi,l dan Makmur,” ujar Zulfikar Arse, Anggota DPR RI dari Partai Golkar.
Seminar Nasional MN KAHMI juga menghadirkan narasumber yakni Dr. Chusnul Mariyah (Akademisi Universitas Indonesia), Dr. Alfan Alfian (Akademisi Universitas Nasional) dan Adi Prayitno (Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia).
Para narasumber sepakat bahwa demokrasi Indonesia di era reformasi ini tidak baik-baik saja.
“Demokrasi harus bekerja berdasarkan konstitusi. Tanpa landasan konstitusi maka akan kehilangan arah”.
Adi Prayitno secara lugas menyampaikan bahwa Demokrasi di Indonesia saat menampilkan sosok yang buruk, fonomena kuat-kuatan melalui koalisi mayoritas atau kualisi gemoy cenderung membentuk oligarkhi Partai. Menurut Adi Prayitno, sistem pemilu yang tertutup di jaman Orde Baru prosesnya lebih baik daripada sistem terbuka yang berlaku saat ini. “Pelaksanaan Pemilu terbuka saat ini lebih brutal dibanding jaman Orde Baru yang tertutup,”tegas Adi.
Sejalan dengan itu, Alfan Alfian menilai bahwa untuk merekonstruksi demokrasi, Indonesia harus melakukan revisi undang-undang politik dan undang-undang pemilu. “Kedepan perlu dipikirkan revisi undang pemilu dan revisi undang partai politik. Tidak perlu lagi ada Presidensial Threshold. Agar kita punya banyak pilihan,”tutur Alfan.
Sementara itu, pengamat politik UI Chusnul Mariyah mengsulkan agar merevisi hukum politik, dan menggabungkan nilai-nilai dan praktik Islam. Ada korelasi antara model Sistem Pemilu dan Demokrasi Indonesia, sistem pemilihan Indonesia menampilkan betapa pengaruh partai politik dan psikologi pemilih menampilkan kompleksitas yang semakin rumit. Pengalamannya sebagai dosen ilmu politik dan keterlibatannya dalam pelayanan masyarakat, menyoroti komitmennya untuk mendidik bangsa.
Seminar menyoroti hal-hal penting antara lain menyebutkan bahwa Partai politik yang mayoritas berkoalisi berada di pemerintah, sehingga tidak ada kontrol dari parpol di luar pemerintah, Presiden threshold tidak sesuai dengan prinsip dasar demokrasi, dinasti politik juga terjadi di Parlemen, sistem demokrasi yang makin liberal atau perlukah kita kembali ke sistem demokrasi perwakilan.
Jakarta, 9 Oktober 2024
SC HUT KAHMI Ke-58
Majelis Nasional KAHMI