Surplus Kewenangan Kejaksaan Berpotensi Cederai Keadilan

Sketsanusantara.com-Jakarta
Pengamat hukum Ade Adriansyah Utama SH S.IP MH yang kerap di sapa CELOTEH ABAH dan berprofesi sebagai Advokad dan seleb medsos berpandangan, dalam kaitan tugas antara polisi, jaksa dan hakim dalam sistem peradilan pidana terpadu, terlihat perbedaan tugas dan wewenang ketiga institusi tersebut sebagai bagian dari subsistem peradilan pidana Indonesia bahwa yang pada saat berlakunya KUHAP tugas polisi terpisah sama sekali dengan tugas jaksa dan hakim.

Polisi sebagai penyidik dan Jaksa sebagai Penuntut dan hakim sebagai orang yang memutuskan perkara.
Namun dari ketiga institusi tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 30 ayat (1) Point d Undang-undang No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan yang menyebutkan bahwa: di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan berwenang melakukan penyidikan pada tindak pidana tertentu berdasarkan Undang-Undang. Mendasarkan pada ketentuan tersebut disalah artikan oleh Lembaga Kejaksaan yang seolah memiliki kewenangan lebih selain sebagai penuntut jaksa juga memiliki kewenangan melakukan penyidikan tindak pidana tertentu. Tumpang tindah kewenangan seperti ini berpotensi besar penyalahgunaan kewenangan (abouse of power) oleh Kejaksaan.
Lebih jauh ABAH yang juga Direktur Eksekutif KP3 POLRI dan Law CornerOffice berpandangan dari rumusan Pasal 30 ayat (1) Point d tersebut di atas, jelas harus ada undang-undang yang secara tegas memberikan kewenangan kepada kejaksaan. Jika kewenangan yang dimaksud dalam tindak pidana korupsi tentunya harus berdasarkan undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang di ubah dengan Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak ada satu pasalpun yang secara tegas memberikan kewenangan kepada kejaksaan sebagai penyidik. Apalagi Pasal 26 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan rumusan; Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini.

Menurut ABAH Kejaksaan sudah tidak relevan untuk memiliki kewenangan melakukan penyidikan karena kewenangan itu sudah dimiliki oleh Lembaga lain. Kejaksaan cukup berperan sebagai penuntut dalam penagakan hukum pidana. Jika aparat penegak hukum bersifat superpower dalam penegakan hukum maka dapat dipastikan menimbulkan efek negative dalam implementasinya. Sebab, sambungnya, bukan tidak mungkin kewenangan lebih yang ada di tubuh Kejaksaan malah menjadi problem bagi Masyarakat pencari keadilan.
Dan jika alasan apapun di lakukan jelas ada udang di balik batu. Prestasi dan kinerja penegakkan hukum bukan terletak pada penambahan kewenangan tapi bagaimana bisa mengorkestrasi kebersamaan tekad antar lembaga penegak hukum dalam komitmen bukan ajang balap karung dalam perlombaan.

Lebih lanjut Abah ADE mengatakan bahwa kecendrungan Kepolisian Khawatir Penyelidikan Dihapus.

Seperti di lansir tempo, berlatar belakang dari statmen Brigjen Pol Ronny F Sompie Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Ronny F. Sompie mengatakan revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menghilangkan penyelidikan tak hanya mempengaruhi Komisi Pemberantasan Korupsi. Kinerja Kepolisian, lanjut dia juga akan terpengaruh.

“Menurut Pak Andi Hamzah yang menyusun, penyelidikan tidak ada lagi, dijadikan satu dengan penyidikan,” kata Ronny

Dengan revisi ini, Ronny mengatakan status setiap orang yang dilaporkan, dapat langsung ditetapkan sebagai tersangka. Hal ini dikhawatirkan Ronny bisa berdampak negatif secara psikologis dan sosiologis.

“Seseorang tanpa ada bukti permulaan melakukan tindak pidana, hanya berdasarkan laporan orang bisa jadi tersangka dan diekspos media. Ini kan kasihan,” kata Ronny.

Karena itu Ronny mengatakan perlu ada porsi yang diatur dalam KUHAP yang kini berlaku, bagi penegak hukum untuk melakukan penyelidikan. Jika status tersangka ditetapkan tanpa melewati proses penyelidikan, Ronny mengatakan yang lebih berkembang adalah aspek psikologis dan sosiologis, bukan dari sisi yuridis.

Kepala Kepolisian RI Jenderal Polisi Sutarman sebelumnya mengatakan proses penyelidikan perlu dipertahankan. Penyelidikan bertujuan untuk menguji laporan yang diterima dari masyarakat mengandung pelanggaran pidana atau tidak. Jika tak terbukti ada pelanggaran pidana, Sutarman mengatakan polisi tak berhak menindaklanjuti laporan masyarakat tersebut.

Ronny mengatakan sejauh ini pihak kepolisian sudah menyampaikan pertimbangan kepada tim di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia maupun DPR atas rencana revisi ini

Sebagai pengamat dan praktisi hukum Abah panggilan khusus Ade Adriansyah Utama SH Sip MH mengatakan,”Sebagai Pengamat dia dan kawan kawan lain telah tolak penyelidikan polisi dihapus dikarenakan penjelasan hal diatas.