DPP LIRA : Tunda Pemberlakuan Kenaikan PPN 12 %

Sketsanusantara.com-Jakarta

Pro-kontra pemberlakuan kenaikan PPN menjadi 12 persen di awal tahun 2025 memiliki alasan di masing-masing pihak.

Pemberlakuan kenaikan PPN ini sejatinya adalah kebijakan legislasi yang sudah berlangsung secara gradual dan pastinya sudah dikalkulasi secara filosofis dan teknis oleh para pembuat kebijakan, baik DPR maupun Pemerintah periode lalu.

Kalau saat ini muncul sikap penolakan dari sebagian aktor politik di parlemen, mungkin saja mereka ini adalah kelompok ahistoris dalam kebijakan pajak ini dan ingin cari panggung publik. Atau bisa jadi mereka adalah kelompok amnesia politik yang konsisten lupa dengan tindakan mereka yang dulunya mendukung, kini karena melihat angin berhembus ke arah berbeda, maka mereka pun ikut berputar haluan. Prinsipnya, kebijakan ini bukanlah kebijakan baru.

Apapun situasi politiknya, urusan pajak yang ujung tombaknya pada Wajib Pajak yakni rakyat, haruslah dibuat dengan cara, dan tujuan, yang mengedepankan kepentingan rakyat.

Atas dasar ini, DPP Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) memandang situasi objektif untuk menaikkan pajak belum menemukan landasan yang pas dengan kondisi perekonomian rakyat saat ini. LIRA memandang Presiden Prabowo perlu meninjau ulang dan menunda pemberlakuan kenaikan PPN tahun depan dengan alasan sebagai berikut:

  1. Tren ekonomi yang masih stag dan cenderung turun yang terindikasi jelas dari tingkat konsumsi publik yang menurun. Kenaikan PPN hanya akan menambah beban rakyat bawah yang sudah kesulitan bertahan hidup. Kasus bunuh diri rakyat sudah semakin meningkat, dan ini bisa jadi berkorelasi dengan kesulitan hidup yang mereka hadapi secara ekonomi.
  2. Presiden perlu melakukan tindakan serius dan nyata yang berdampak pada efisiensi anggaran negara, antara lain mengurangi fasilitas para pejabat yang tidak relevan seperti fasilitas pengawalan pribadi yang berlebihan, mewajibkan pejabat tidak menggunakan fasilitas kelas bisnis, tapi kelas ekonomi dalam setiap perjalanan, dan memangkas pengeluaran yang tidak berkorelasi dengan kepentingan publik dalam fasilitas para pejabat.
  3. Paradoks fasilitas para pejabat dengan situasi hidup rakyat yang berat ini yang jadi pemicu isu kenaikan PPN ini digiring jadi isu politik. Dari sisi ekonomi, pada hakikatnya tidak cukup ada alasan kuat menolak kenaikan PPN. Apalagi ketentuan ini memang didisain secara gradual sejak awalnya. Hanya saja, kenyataan gap gaya hidup antara langit dan bumi antara pejabat yang digaji dan dibiayai dari pajak dengan para pembayar pajak dari kalangan rakyat, ini yang menggores perasaan dan mendorong lahirnya sikap penolakan kebijakan ini sekarang.
  4. Keikhlasan rakyat pembayar pajak hilang karena masih banyaknya praktik korupsi para pejabat. Presiden Prabowo harus melakukan tindakan serius untuk membersihkan para pejabat korup. Pemaafan kepada mereka dengan mengembalikan uang yang dirampoknya masih terlalu lunak dan bahkan terasa kompromistis dengan para benalu negara ini. Jika korupsi berkurang drastis segera, mungkin rakyat akan dengan sukarela membayar kewajiban mereka untuk dipajaki tinggi sekalipun karena mereka yakin uang mereka dipakai untuk kepentingan rakyat banyak, bukan untuk menggemukkan para pejabat korup.
  5. Terkait dengan upaya membangun kepercayaan publik terkait dengan keuangan negara, Presiden Prabowo perlu segera melakukan pembersihan aparat penegak hukum dari oknum yang merusak penegakan hukum. Kalau hukum bisa ditegakkan dengan adil, ini akan jadi jalan pengaman uang negara bisa didistribusikan kepada rakyat dengan aman dan tidak disabotase oleh oknum aparat penegak hukum yang korup yang menjadikan uang negara sebagai lahan hidup mereka untuk menyandera para birokrat lainnya.

Isu kenaikan PPN ini bukanlah isu teknis perpajakan semata, tapi jadi isu populis di tengah situasi ekonomi yang tidak jelas dan masih berat. Karenanya, Presiden Prabowo harus berkonsentrasi menyelesaikan aspek-aspek di luar urusan pajak yang terkait dengan mental para pejabat dan aparat penegak hukum. Jika ini berhasil dilakukan, barulah kenaikan pajak bukan jadi soal lagi.

LIRA karenanya, sekali lagi, mendesak Presiden Prabowo menunda kenaikan PPN ini untuk mengurangi beban rakyat bawah yang sudah cukup berat dengan situasi ekonomi saat ini.

Jakarta, 24 Desember 2025.

Dewan Pengurus Pusat Lumbung Informasi Rakyat (DPP LIRA)

Andi Syafrani.
Presiden

lira.or.id