Sketsanusantara.com- Bogor, 26 Desember 2024 –Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam, dimana masalah perlindungan konsumen terhadap kehalalan suatu produk baik makanan dan minuman merupakan masalah utama. Predikat mayoritas tersebut mengasumsikan bahwa kehalalan produk makanan dan minuman sudah jelas kehalalannya, padahal dengan tekhnologi pangan canggih sekarang ini banyak produk makanan dan minuman yang tidak dapat dipastikan kehalalannya tanpa melakukan penelitian dan penelusuran lebih dalam.
Penelusuran ini dapat dilakukan melalui suatu proses audit dengan mengikuti standar-standar tertentu. Peran Mahasiswa Islam dalam mendorong Indonesia menjadi pusat produksi halal dunia semakin signifikan. Generasi muda tidak hanya menjadi konsumen produk halal, tapi juga berperan aktif dalam pengembangan Industri Halal Nasional. Perlu audit dalam hal proses pemberian label atau tanda halal sebagai wujud
perlindungan konsumen.
“Peran Mahasiswa Islam ini dapat dilakukan dengan cara berperan aktif mensosialisasikan dan kampanye terkait Ekonomi Syariah, Industry and Entrepeneurial Role, Akselator dan Agregator Ekonomi Syariah dan yang terakhir advokasi kebijakan Ekonomi Syariah.” ujar Dr. Irfan Syauqi Beik dalam pemaparan materinya di Latihan Kader II (LK II) HMI Cabang Bogor.
Industry and Entrepreneurial menjadi perhatian penting dikarenakan labeling Mahasiswa Islam dari kepanjangan HMI itu sendiri. Program kewirausahaan terkait labeling halal tidak akan mencapai hasil optimal, kalau agen perubahan bukan dari kalangan aktifis kepemudaan seperti HMI. PB HMI tentunya perlu mewadahi pelatihan kewirausahaan aktifis HMI yang merujuk pada industri halal. Tidak hanya sekedar pelatihan, tetapi praktek langsung turun ke lapangan untuk menciptakan kader HMI sebagai agen perubahan ekonomi.
Menurut Drucker, kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different).
Entrepreneurship atau kewirausahaan merupakan salah satu perilaku ekonomi yang patut dikembangkan oleh umat Islam khususnya dan masyarakat pada umumnya. Karena dengan wirausaha seseorang akan mampu mengelola sumber daya yang dimiliki dengan membuka pasar baru, membuka lapangan pekerjaan, pengembangan inovasi dan berpikir cerdas dalam kegiatan ekonomi.
Di Jepang sebagai negara mayoritas non muslim sudah mengembangkan halal tourisme. Ini adalah sebuah strategi pariwisata baru di Jepang dengan wisatawan Muslim sebagai sasarannya. Strategi halal tourism di Jepang mencakup bidang restoran, bidang akomodasi dan transportasi, organisasi yang menangani halal tourism, serta layanan informasi, dengan tetap mempertahankan kearifan lokal Jepang. Penerapan strategi halal tourism berimplikasi pada peningkatan ekonomi dan hubungan diplomasi negara Jepang dengan banyak negara-negara muslim. Pada akhirnya kunjungan wisatawan asing muslim berdampak pada kemajuan ekonomi. Disamping itu dapat mengembangkan kewirausahaan di kalangan muslim Jepang itu sendiri.
Dampak dari wisata halal tidah hanya pada makanan, tetapi juga pada hotel yang bersyariah. Jadi, dari sisi pemasaran produk wisata halal ditemukan 4 cabang wisata lainnya yaitu; wisata religi / spiritual, wisata masjid, wisata kesehatan, dan ekowisata. Ini akan menambah lapangan pekerjaan dengan labeling halal.
Al-Qur’an secara khusus tidak ‘memerintahkan’ untuk berwirausaha tetapi memberi pedoman bagaimana menjalani kehidupan yang bertanggung jawab dan bermanfat. Hal ini dapat diraih dengan mendorong seseorang untuk bekerja keras dan berusaha mencari rezeki yang halal untuk memenuhi kebutuhan dan membantu orang lain.
Sebagaimana dimaksud dalam QS. Al Jumu’ah ayat 10, “Apabila telah ditunaikan shalat, maka berteberanlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. Dalam ayat ini Allah SWT memotivasi manusia untuk bekerja mencari penghidupan.
Penulis : Peserta LK 2 HMI Cabang Bogor dan Sekum FEM IPB Bogor.